AgaMa

[syiar-islam] Mengamalkan Islam dengan Sempurna

Dani Permana
Tue, 07 Oct 2008 21:08:41 -0700

<!–
google_ad_client = “pub-7266757337600734”;
google_hints = “syiar-islam, Mengamalkan Islam dengan Sempurna”;
google_alternate_ad_url = “http://www.mail-archive.com/blank.png&#8221;;
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
google_ad_format = “336x280_as”;
google_ad_type = “text_image”;
google_ad_channel = “5629109116+6771450170+2275486144”;
google_color_border = “FFFFFF”;
google_color_bg = “FFFFFF”;
google_color_link = “006792”;
google_color_url = “006792”;
google_color_text = “000000”;
//–>

window.google_render_ad();

 Mengamalkan Islam dengan
Sempurna<http://adanipermana.blogspot.com/2008/10/mengamalkan-islam-dengan-sempurna.html>Sumber
: http://suara-muhammadiyah.com/?cat=10

 *Oleh : Sa'ad Abdul Wahid*

Artinya:

1. Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan
membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya
menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia
(sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman (Al-An'am [6]: 125).

2. Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu,
karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat
Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Ali Imran [3]:
19).

3. Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan
di akhirat dia termasuk orang yang rugi. (Ali Imran [3]: 85).

4. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridlai Islam sebagai agamamu ......
(Al-Maidah [5]:3).
*Tafsir Mufradat*

Untuk mempermudah pemahaman ayat-ayat tersebut di atas, di bawah ini,
penulis jelaskan satu persatu kata-kata yang memerlukan penjelasan, antara
lain ialah: Sebenarnya perintah Allah kepada manusia untuk mengamalkan agama
dengan sempurna diungkapkan dalam jumlah ayat yang banyak. Namun untuk
menyingkat tulisan ini, penulis hanya mengutip beberapa ayat yang menurut
penulis sudah representatif , yaitu: Al-An'am [6]); 125, Ali 'Imran [3]: 19
dan 85, Al-Maidah [5]: 3 dan Al-Baqarah [2]: 206.

5. Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh ia
musuh yang nyata. (Al-Baqarah [2]: 208).

a. Haraj; Bentuk masdar, berasal dari kosakata: Harija - yahraju - harajan,
yang berarti: sempit; dosa; sulit. Menurut al-Asfahani, makna asal dari
al-haraj ialah tempat bertemunya orang-orang, atau barang-barang. Maka,
terbayanglah kesempitan, karena berdesakan. Sesuatu yang sempit dapat
dinamakan dosa, dan dosa dapat dinamakan sempit. Maka makna sempit sangat
erat hubungannya dengan dosa. Orang yang mengalami kesulitan, biasanya akan
terbawa kepada perbuatan dosa, dan orang yang melakukan dosa akan merasa
sempit.

Dalam Al-Qur'an, dari sebelas ayat yang mengandung kata" haraj", terdapat
tujuh ayat yang erat hubungannya dengan agama, sedang empat ayat yang
lainnya erat hubungannya dengan masalah sosial keagamaan. Enam kata "haraj"
yang berarti dosa, terdapat pada surat An-Nuur [24]: 16 dan surat Al-Fath
[48]: 17, sedang di tempat lainnya berarti "sempit". (al-Mausu'ah al
Qur'aniyah: 127)

b. Al-Baghyu: Bentuk masdar, berasal dari kosakata: bagha - yabghi, yang
berarti "menghendaki". Dalam perkembangannya, sering digunakan untuk makna
yang negatif, maka kadang-kadang diartikan durhaka, melanggar hak,
permusuhan, penganiayaan, pelacuran. Dalam Al-Qur'an, kata "al-baghyu"
diulang sebanyak 11 kali, dengan arti yang berbeda-beda, sesuai dengan
konteksnya. Kata al-baghyu dapat diartikan negatip, misalnya, pada surat
Al-Baqarah [2]:90, An-Nisaa' [4]: 19, dapat diartikan: penganiayaan, atau
perzinaan. Pada surat Hud [10]: 23, dapat diartikan "durhaka", pada surat
Al-An'am dapat diartikan "dosa".

*Tafsir Ayat:*

Ayat pertama (Al-An'am [6]: 125), termasuk ayat Makkiyah, yaitu ayat yang
diturunkan sebelum hijrah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam ke Madinah. Pada
ayat sebelumnya, Allah telah menjelaskan bahwa pada setiap daerah terdapat
tokoh-tokoh penjahat yang suka membuat kerusakan-kerusakan, dan mereka
menyatakan, tidak akan beriman sebelum diberi apa yang diberikan kepada para
utusan Allah, sedang Allah menyatakan bahwa mereka akan ditimpa kehinaan di
sisi Allah SwT. Kemudian pada ayat ini (Al-An'am: 125) Allah menegaskan,
bahwa barangsiapa dikehendaki allah memperoleh hidayah (petunjuk), Dia
membukakan dadanya untuk menerima Islam, dan barang siapa dikehendaki Allah
menjadi sesat, Dia menjadikan dadanya sempit dan sesak; seakan-akan dia
mendaki langit. Dimaksudkan dengan: "Yasyrah shadrahu" ialah memberikan
cahaya hidayah , sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Nabi shalallahu
'alaihi wasallam:

Dari Abdur-Razzar, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang
maksud ayat ini: Bagaimana cara Allah membuka dada seseorang? Beliau
menjawab: caranya ialah dengan memasukkan cahaya ke dalamnya, lalu
terbukalah lebar-lebar. Mereka bertanya: Apakah bagi terbukanya dada itu ada
tanda-tanda yang dapat diketahui? Beliau menjawab: Tanda-tandanya ialah
kembali kepada (kebaikan) dan menjauh dari kebatilan, serta siap mati
sebelum menemui mati (ajal). (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir; al-Qasimi; 4:
713).

Adapun yang dimaksudkan dengan firman-Nya: "Yaj'al shadrahu dlayyiqan
harajan" ialah menyempitkan hatinya, sehingga tidak dapat menerima keyakinan
tentang kebenaran dan keakhiratan. Dalam ayat tersebut dilukiskan, bahwa
orang yang disempitkan dadanya bagaikan orang yang mendaki langit. Artinya,
orang tersebut mustahil mendapat dan menerima kebenaran, dan mustahil dapat
menjauh dari kebatilan, sebab mereka tidak beriman dan tidak meyakini
kebenaran yang dibawa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, yaitu dinul-Islam.
Padahal, dinul-Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi
terakhir pula, dan agama Islam adalah satu-satunya agama yang diridlai Allah
shalallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, yang
artinya sebagai berikut: "Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam,
tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah
mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa
ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh Allah sangat cepat
perhitungan-Nya". (Ali Imran [3]: 19).

Pada ayat sebelumnya, Allah menegaskan bahwa tiada Tuhan yang pantas
disembah, melainkan Allah semata. Kemudian pada ayat ini (An-Nisaa': 19)
Allah menegaskan bahwa tiada agama yang diridlai Allah melainkan agama
Islam, agama tauhid, agama yang mengajarkan bahwa tiada Tuhan yang pantas
disembah melainkan Allah SwT. (al-Qasimi, IV: 68). Maka, barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, tidaklah diterima, sebagaimana ditegaskan pada
surat Ali Imran: 85 (ayat ketiga), yang artinya sebagai berikut: "Dan barang
siapa mencari agama selain Islam, tidak akan diterima, dan di akhirat nanti
dia termasuk orang yang rugi".

Dalam suatu Hadits ditegaskan sebagai berikut:

"Barang siapa mengerjakan suatu amal ibadah yang tiada perintah dari kami,
maka amal tersebut ditolak". (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab
al-I'tsham).

Al-Qasimi dalam tafsirnya menyatakan, bahwa barangsiapa mengikuti agama
selain Islam, maka ia akan mengalami kerugian yang sangat besar, yaitu siksa
neraka. (al-Qasimi,IV: 126).

Dalam firman-Nya ditegaskan sebagai berikut:

"...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...."
(Al-Maidah [5]: 3).

Ayat ini diturunkan di Arafat, ketika Nabi shalallahu 'alaihi wasallam
melaksanakan hajji wada', hajji yang terakhir, sebagai pamitan, sebab tiga
bulan sesudah itu beliau wafat pada bulan Rabi'ul-awwal. Ayat tersebut
merupakan ayat terakhir dalam masalah hukum. Dimaksudkan dengan sempurna dan
cukup, ialah tidak ada ziadah (tambahan) ayat tentang halal dan haram yang
diturunkan sesudahnya dan tidak ada pengurangan (al-Qasimi, IV: 46). Ar-Razi
dalam tafsirnya mengatakan, bahwa agama Islam tidak akan berubah selamanya,
dan tiada kenikmatan yang kekal selain kenikmatan Islam. Karena itulah,
Allah memerintahkan kepada manusia agar memeluk agama Islam, sebagaimana
dtegaskan dalam firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam dengan sempurna,
dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh, ia musuh yang
nyata bagimu". (Al-Baqarah: 208).

Sebab nuzul ayat tersebut, menurut Ibnu Jarir, berkenaan dengan permintaan
izin dari Abdullah bin Salam,dan kawan-kawannya yang berasal dari Yahudi
kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam untuk memeringati hari Sabtu,
sebagaimana mereka memeringatinya ketika masih beragama Yahudi. Kemudian
turunlah ayat tersebut (as-Siyuthi, 33).

Sebab turun ayat ini menunjukkan, bahwa apabila seseorang telah masuk Islam,
wajib meninggalkan segala macam adat kebiasaan agama yang ditinggalkan,
apalagi yang bernafaskan syirk. Dalam konteks keindonesiaan, sebelum Islam
datang di Indonesia, sebagian besar bangsa Indonesia memeluk agama Hindu dan
Budha, yang mempunyai cara ibadah dan adat kebiasaan yang dijadikan sebagai
pegangan hidup. Seperti, memeringati kematian ke tujuh harinya, ke empat
puluh harinya dan sebagainya. Maka apabila sudah masuk Islam, wajib
meninggalkan cara ibadah dan adat kebiasaan tersebut, agar benar-benar
memeluk agama Islam dengan sempurna, tidak menambah dan tidak menguranginya.

Sumber : http://suara-muhammadiyah.com/?cat=10

-- 
www.adanipermana.co.cc
www.computer-knowledge.biz
Jilbab putih
Kerudung Putih

Tinggalkan komentar